![]() |
Foto karya @MasnoArt |
Di negara-negara barat, pertanian bukan semata-mata tentang tanaman atau pengolahan tanah. Pertanian juga meliputi peternakan, perikanan, perkebunan.
Sebutan "farmer" hanya merujuk pada petani skala besar, bukan petani yang punya satu dua sawah dan hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Itu "peasant" bukan "farmer".
Saya mendengar, petani di Jepang adalah juragan-juragan yang disegani oleh masyarakat maupun pemerintah setempat. Saya pribadi pernah mengenal seorang petani Jepang yang memiliki sawah 300 petak. Satu petak saja luasnya minta ampun.
Di Jepang dan Australia, menjadi petani tidak kalah bergengsinya dengan pekerjaan lain. Hasilnya melimpah. Mereka berperan besar dalam menentukan stok pangan negara.
Namun, saat ini permasalahan di negara maju sama dengan permasalahan kita: kurangnya minat anak-anak muda menjadi petani. Yah, selain alasan ekonomi, perlu panggilan hati untuk menjadi petani. Perlu mencintai tanah dan rupa-rupa tanaman. Anak muda memilih bekerja ke kota atau ke luar negeri daripada menjadi petani.
Karena itulah petani di negara maju mempekerjakan buruh pertanian dari Indonesia, Myanmar, Vietnam, Thailand, Brazil, Nigeria, dsb.
Lha kita?impor dari kampung sebelahpun sekarang susah.
Masih belum bisa membayangkan nasib pertanian kita dua atau tiga generasi mendatang.
Padahal, tempat kita (Pancot, Blumbang, Gondosuli) adalah salah satu dari sedikit tempat di nusantara yang mampu memproduksi bawang putih.
Semoga masih ada harapan baik di masa mendatang.
Aamiin.
No comments:
Write komentar