27 February 2017

Pancot, Kho Ping Hoo, dan Peneliti Amerika



"Pancot merupakan dusun yang tidak terlalu besar, tidak sebesar dan seramai Pakis. Akan tetapi dusun itu terkenal memiliki sesuatu yang khas, yang tidak dimiliki dusun-dusun di seluruh daerah Gunung Lawu, yaitu banyaknya perawan ayu yang dilahirkan di dusun Pancot. Kebanyakan perawan Pancot berkulit kuning bersih, wajahnya ayu manis sehingga banyak pemuda dari dusun lain ingin memiliki isteri dari Pancot. Menurut dongeng dari mulut ke mulut, nenek moyang yang tinggal di dusun itu dahulu keturunan priyayi, masih bangsawan istana Mataram. Dan pula dongeng mengatakan bahwa nenek moyang Pancot dahulu ada yang menikah dengan dewi kahyangan sehingga keturunannya, terutama yang wanita, ayu manis."

(ASMARAMAN S. KHO PING HOO)


Kisah di atas adalah kutipan dari buku silat berjudul "Seruling Gading" karya penulis terkenal, Kho Ping Hoo. Buku tersebut diterbitkan pada tahun 1990.  Selain di buku itu, Kho Ping Hoo juga menyebut-nyebut Dusun Pancot dalam karyanya yang berjudul "Kidung Senja di Mataram".  

Parmadi, tokoh utama dalam buku Seruling Gading itu, dikisahkan pernah tinggal di Dusun Pancot sejak usia dua sampai sepuluh tahun. Bapak dan Ibunya bahkan meninggal di Pancot karena dibunuh oleh Ki Wiroboyo.  

Apakah si Kho Ping Hoo, pernah berkunjung ke Pancot sebelum menulis kisah ini?

Entahlah. Yang jelas, dia juga menyebut adanya beringin besar yang dikeramatkan oleh warga Pancot. Awalnya pohon beringin itu diberi nama Kyai Brojo, lalu diganti menjadi Kyai Pancot. 






Ada lagi buku menarik yang membahas tentang Pancot. Kali ini bukan buku cerita, melainkan buku teks berbahasa Inggris. Judulnya "From Cosmogony to Exorcism in a Javavese Genesis: The Spilt Seed" karya Stephen C. Headley, seorang peneliti dari Pennsylvania, Amerika Serikat. Buku ini diterbitkan oleh Oxford University Press pada tahun 2000.


Dari beragam tulisan dalam buku ini, terselip pembahasan tentang Pancot. Tampaknya peneliti asing ini pernah tinggal di Pancot sekitar tahun 1985-an untuk meneliti kebudayaan Jawa di sana, terutama mengenai tradisi Ruwatan.

Secara ringkas, dalam buku ini disebutkan pula beberapa hal menarik, misalnya:

1) Di Pancot terdapat satu barongan dari kulit kepala harimau yang dibunuh di lereng Gunung Lawu sekitar 60 tahun sebelum kedatangan penulis ke Pancot (berarti sekitar tahun 1925).

2) Presiden Sukarno pernah melihat barongan sakral itu dipentaskan ketika Sang Proklamator itu berkunjung ke Pancot pada tahun 1950-an.

3) Pada tahun 1953, kakek kepala desa Pancot bersama dengan pihak Mangkunegaran, Surakarta bekerja sama membangun hotel yang pertama di Tawangmangu.




No comments:
Write komentar