Jika kita memutar waktu dengan mundur ke belakang maka ada suatu peristiwa yang cukup unik dan menarik di beberapa wilayah di Lereng Lawu yang terletak di Kabupaten Karanganyar. Peristiwa tersebut tak lain adalah upacara adat bersih desa mandasiya. Acara ini dilaksanakan setiap 210 hari atau sekitar 7 bulan sekali.
Acara adat bersih desa mandasiya ini masih terlihat di beberapa wilayah Kecamatan Tawangmangu yang mengadakan prosesi dengan berbagai macam sesaji dan maknanya.
Konon, acara bersih desa yang lebih dikenal dengan sebutan mandasiya tersebut terdapat mitos yang cukup menarik. Bermula dari sejarah tersebut muncul nama daerah di wilayah Tawangmangu yang berasal dari sejarah tersebut. Menurut penjelasan dari Trusmi Totok sebagai Staf Subdin Objek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Karanganyar, “Acara ini adalah salah satu bentuk acara tradisional yang di dalamnya terkandung mitos dan keyakinan,” katanya.
Ia juga bercerita sampai sekarang beberapa simbol sesaji seperti ayam dan air badhek, belum bisa ditemukan makna dan asal-usulnya. Secara keseluruhan, makna dari upacara adat ini adalah sebagai ungkapan keselamatan dan pembebasan dari kekuasaan yang lalim. Selain itu juga bermakna ungkapan syukur kepada Yang Di Atas. Karena menurut mitos semenjak terbunuhnya Prabu Baka seluruh tanah menjadi subur makmur.
Konon, upacara adat itu bersumber pada mitologi Prabu Baka seorang raja yang lalim yang akhirnya dibunuh oleh Patut Tetuka yang lebih dikenal dengan nama Eyang Kacanegara yang berasal dari pertapaan Pringgondani. Sebelum ajal Prabu Baka berpesan agar setiap jatuh wuku Mandasiya di hari Selasa Kliwon yang bertepatan dengan wuku Mandasiya diadakan acara bersih desa Mandasiya.
Acara bersih desa ini adalah acara rutin yang dilaksanakan oleh masyarakat desa di sekitar Kecamatan Tawangmangu. Acara ini terkait dengan mitologi Jawa mengenai Wuku Mandasiya.
Beberapa lokasi yang dijadikan sebagai tempat untuk melakukan prosesi sesaji adalah pertapaan Pringgondani yang terletak di Desa Blumbang, Kecamatan Tawangmangu dan Dusun Pancot, Kecamatan Tawangmangu.
Awal Mula Dusun Pancot
Trusmi mengatakan, “Untuk pertapaan Pringgondani disebabkan lokasi tersebut sebagai tempat asal dari Eyang Patut Tetuka yang lebih dikenal dengan nama Eyang Kacanegara,” katanya.
Menurutnya, Kacanegara ini adalah orang yang paling berjasa membebaskan warga sekitar dari kekuasaan Prabu Baka. Raja ini dikenal sebagai pemimpin yang lalim. Dia terkenal dengan tabiat buruknya, yang senang memakan manusia. Pada satu waktu, datanglah Putut Tetuko dari pertapaan Pringgodhani, ke rumah seorang janda Nyai Rondo Dhadhapan. Di rumahnya Desa Dhadhapan, Nyai Rondo terus menerus menangis karena anak semata wayangnya akan dimangsa Sang Prabu Baka.
Konon, Putut Tetuko bersedia menggantikan anak Nyai Rondo Dhadhapan untuk menjadi santapan Prabu Baka. Berkat kesaktian Putut Tetuko akhirnya berhasil menghabisi Prabu Baka dengan memancot kepalanya. Tragedi memancot inilah awal mula nama Dusun Pancot. Nama dusun ini konon berasal dari Kiai Jenta untuk mengingatkan anak-cucunya turun temurun tentang peristiwa ketika Putut Tetuko memancot Prabu Baka.
Tradisi lisan yang berkembang di Dusun Pancot menyebutkan bahwa asal usul nama Pancot berasal dari kejadian ketika badan Prabu Baka “dipancot” ke tanah oleh Putut Tetuko dan kepalanya dibanting ke sebuah batu kelak dinamakan Watu Gilang. Dari tempat potongan tubuhnya tersebut tumbuh tanaman. Untuk tempat potongan siungnya menjadi bawang merah, hidungnya menjadi wortel dan matanya menjadi tomat. Tiga jenis tanaman ini sekarang menjadi tanaman utama penduduk Pancot dan Blumbang.
Semenjak terbunuhnya Prabu Baka, tanah di sekitar menjadi subur. Sebelum ajal, Baka berpesan agar setiap wuku Mandasiya dengan memberi sesaji di tempat-tempat keramat seperti Dusun Pancot dilakukan di Bale Pathokan, Watu Gilang (tempat kepala Prabu Baka dihancurkan) dan Pertapaan Pringgodhani (tempat pertapaan Putut Tetuko). (Cisilia Perwita Setyorini)
Diambil dari Joglosemar.com
08 June 2008
Upacara Bersih Desa Mandasiya, Mitos dan Keyakinan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Write komentar