Lebaran..lebaran..lebaran...
Buat semuanya, mohon maaf lahir dan batin atas salah-salah kata dan (mungkin) salah-salah tulis. Meskipun sholat Ied sudah lewat seminggu lebih, bukan berarti maaf-maafannya telat kan? :)
Seminggu setelah lebaran, mungkin temen-temen yang merantau sudah kembali ke medan juang masing-masing, mungkin juga belum. Ada yang buru-buru berangkat, tapi ada juga yang masih santai-santai menikmati teh com sambil api-api manasi pindhang, hehehe
Ngomong-ngomong tentang pindhang, jadi pengin cerita sedikit, terutama buat sampeyan yang bukan warga Pancot.
"Pindhang" yaitu kuah dari daging yang dimasak dengan bumbu tertentu (ada yg mau memberi definisi lebih akurat tentang ini?). Tiap lebaran, bisa dipastikan bahwa hampir semua rumah di Pancot memasak pindhang, pindhang daging sapi khususnya. Hal ini jelas berbeda dengan daerah-daerah lain. Ketika daerah lain menganggap lebaran identik dengan ketupat, orang Pancot justru menganggap lebaran identik dengan pindhang. Lho kok bisa?emang ada tradisi memasak menu itu di saat lebaran?
Bukan tradisi, melainkan sekadar kebiasaan yang sudah berjalan sekian lama. Masyarakat Pancot sejak dulu suka membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas 30--50 orang untuk bersama-sama membeli sapi buat disembelih pas hari raya. Nah, karena saking banyaknya warga, maka banyak pula kelompok yang terbentuk. Itu berarti, banyak juga sapi yang disembelih. Tiap tahun sekitar 10--15 sapi yang disembelih di Pancot menjelang hari raya Idul Fitri.
Dan momen menyembelih sapi itu kadang juga ngangeni. Orang-orang ngumpul, becanda khas ala mereka, dan menunjukkan kekompakan saat harus sama-sama mengurus daging sapi dan membagikannya ke seluruh anggota kelompok. Jujur saja, saya selalu menyempatkan diri untuk ikut nimbrung dalam 'ritual' ini. Bagi saya, kegiatan menyembelih sapi di Pancot bukan sekedar foya-foya atau pengin aneh-aneh, tapi lebih terasa sebagai saat merayakan kekompakan bersama. Tahukah sampeyan? agar satu kelompok bisa membeli satu atau dua ekor sapi menjelang lebaran, tiap anggota diwajibkan menabung selama setahun. Tiap bulan mereka menyetor tabungan dalam jumlah yang sudah ditetapkan kepada pengurus kelompok. Hasil iuran tiap bulan itulah yang pada akhirnya dipakai untuk membeli sapi dan dinikmati bersama-sama saat lebaran. Asyik kan?
Oya, kalau yang menjadi anggota kelompok mbelih sapi itu kebanyakan bapak-bapak, belakangan ini saya dengar para ibu-ibu juga kompakan membentuk kelompok-kelompok sendiri. Mereka menabung tiap bulan juga, tetapi bukan ditujukan untuk membeli daging sapi, melainkan sembako. Dengan demikian, ketika lebaran datang, ibu-ibu sudah memiliki persediaan sembako yang cukup di rumah masing-masing. Ditambah dengan bapak-bapak yang pulang membawa daging sapi, lengkaplah sudah kemeriahan lebaran di rumah-rumah warga Pancot.
Lagi-lagi saya tersenyum jika ingat betapa kreatifnya mereka menyiasati kebutuhan pada saat lebaran. Dengan kompak dan tekun mereka menabung, menyimpan sedemikian rupa, sehingga ketika lebaran datang, mereka tidak kelabakan. Bisa dibayangkan jika mereka tidak membentuk kelompok-kelompok seperti itu, pasti pas lebaran mereka kerepotan menyesuaikan uang belanja dengan kebutuhan akan barang-barang yang harganya melonjak. Dengan adanya kelompok sembako dan kelompok 'mbelih sapi' tersebut, mereka bisa tersenyum senang dan tenang pada hari lebaran :)
Akan tetapiii.....khusus buatku (atau mungkin sampeyan juga?) sampai sekarang aku agak 'trauma' dengan yang namanya 'pindhang'. Agaknya perutku memang kurang bersahabat dengan kuah itu, soalnya bisa berdampak sistemik sampai berhari-hari. Dan aku memilih menjauhinya meski orang-orang terus mengiming-imingi.
Siapa sih yang mau menikmati masa lebaran dengan perut mulas berhari-hari?hehehe...
Buat semuanya, mohon maaf lahir dan batin atas salah-salah kata dan (mungkin) salah-salah tulis. Meskipun sholat Ied sudah lewat seminggu lebih, bukan berarti maaf-maafannya telat kan? :)
Seminggu setelah lebaran, mungkin temen-temen yang merantau sudah kembali ke medan juang masing-masing, mungkin juga belum. Ada yang buru-buru berangkat, tapi ada juga yang masih santai-santai menikmati teh com sambil api-api manasi pindhang, hehehe
Ngomong-ngomong tentang pindhang, jadi pengin cerita sedikit, terutama buat sampeyan yang bukan warga Pancot.
"Pindhang" yaitu kuah dari daging yang dimasak dengan bumbu tertentu (ada yg mau memberi definisi lebih akurat tentang ini?). Tiap lebaran, bisa dipastikan bahwa hampir semua rumah di Pancot memasak pindhang, pindhang daging sapi khususnya. Hal ini jelas berbeda dengan daerah-daerah lain. Ketika daerah lain menganggap lebaran identik dengan ketupat, orang Pancot justru menganggap lebaran identik dengan pindhang. Lho kok bisa?emang ada tradisi memasak menu itu di saat lebaran?
Bukan tradisi, melainkan sekadar kebiasaan yang sudah berjalan sekian lama. Masyarakat Pancot sejak dulu suka membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas 30--50 orang untuk bersama-sama membeli sapi buat disembelih pas hari raya. Nah, karena saking banyaknya warga, maka banyak pula kelompok yang terbentuk. Itu berarti, banyak juga sapi yang disembelih. Tiap tahun sekitar 10--15 sapi yang disembelih di Pancot menjelang hari raya Idul Fitri.
Dan momen menyembelih sapi itu kadang juga ngangeni. Orang-orang ngumpul, becanda khas ala mereka, dan menunjukkan kekompakan saat harus sama-sama mengurus daging sapi dan membagikannya ke seluruh anggota kelompok. Jujur saja, saya selalu menyempatkan diri untuk ikut nimbrung dalam 'ritual' ini. Bagi saya, kegiatan menyembelih sapi di Pancot bukan sekedar foya-foya atau pengin aneh-aneh, tapi lebih terasa sebagai saat merayakan kekompakan bersama. Tahukah sampeyan? agar satu kelompok bisa membeli satu atau dua ekor sapi menjelang lebaran, tiap anggota diwajibkan menabung selama setahun. Tiap bulan mereka menyetor tabungan dalam jumlah yang sudah ditetapkan kepada pengurus kelompok. Hasil iuran tiap bulan itulah yang pada akhirnya dipakai untuk membeli sapi dan dinikmati bersama-sama saat lebaran. Asyik kan?
Oya, kalau yang menjadi anggota kelompok mbelih sapi itu kebanyakan bapak-bapak, belakangan ini saya dengar para ibu-ibu juga kompakan membentuk kelompok-kelompok sendiri. Mereka menabung tiap bulan juga, tetapi bukan ditujukan untuk membeli daging sapi, melainkan sembako. Dengan demikian, ketika lebaran datang, ibu-ibu sudah memiliki persediaan sembako yang cukup di rumah masing-masing. Ditambah dengan bapak-bapak yang pulang membawa daging sapi, lengkaplah sudah kemeriahan lebaran di rumah-rumah warga Pancot.
Lagi-lagi saya tersenyum jika ingat betapa kreatifnya mereka menyiasati kebutuhan pada saat lebaran. Dengan kompak dan tekun mereka menabung, menyimpan sedemikian rupa, sehingga ketika lebaran datang, mereka tidak kelabakan. Bisa dibayangkan jika mereka tidak membentuk kelompok-kelompok seperti itu, pasti pas lebaran mereka kerepotan menyesuaikan uang belanja dengan kebutuhan akan barang-barang yang harganya melonjak. Dengan adanya kelompok sembako dan kelompok 'mbelih sapi' tersebut, mereka bisa tersenyum senang dan tenang pada hari lebaran :)
Akan tetapiii.....khusus buatku (atau mungkin sampeyan juga?) sampai sekarang aku agak 'trauma' dengan yang namanya 'pindhang'. Agaknya perutku memang kurang bersahabat dengan kuah itu, soalnya bisa berdampak sistemik sampai berhari-hari. Dan aku memilih menjauhinya meski orang-orang terus mengiming-imingi.
Siapa sih yang mau menikmati masa lebaran dengan perut mulas berhari-hari?hehehe...
KANG SARTONO (CAH BETAWI SAK IKI) OJO LALI MBELEH E NGANGGO bismillah GEN NGWAREG I.
ReplyDeleteHehe, sampun kok...lak nggih mekaten to pak Modin :p
ReplyDelete