09 August 2008

Kuburan...


Pancot memiliki beberapa pemakaman/kuburan yang terletak di sebelah luar kampung. Dari beberapa tempat itu, yang sering dipakai hanya di dua lokasi, yaitu yang di sebelah utara kampung-kami menyebutnya "nJaratan Lor", dan yang di sebelah selatan-kami menyebutnya "nJaratan Kidul".

Selain keduanya, masih ada beberapa lokasi, tapi dengan ukuran luas yang lebih kecil dan ditengarai berusia lebih tua dari keduanya. Sebut saja namanya "Wahir"-jauh di barat laut kampung,"Kramat"-persis di sebelah barat kampung, serta beberapa lagi yang hanya terdiri dari segelintir makam orang. Yang sedikit itu terletak di sebelah selatan kampung, persis di sebelah Grogol. Ada yang di RT 18-di belakang rumah Pak Landri dan, kalo gak salah, ada yang di RT 13. Oya, ada lagi yang terletak di wilayah Gal Njalen dan Mbedhali. Konon yang di Gal Njalen itu makamnya Kyai Buntut. "Buntut" dalam bahasa Jawa berarti Ekor. Konon pula, yang dimakamkan di situ orang kuno yang memiliki ekor. Mungkinkah itu leluhur warga Pancot?nampaknya bakalan sulit untuk memverifikasi kebenarannya mengingat ternyata hanya sedikit warga Pancot sendiri yang tahu seluk beluk makam Kyai Buntut itu, bahkan banyak yang belum mendengar keberadaannya. Sementara itu, ada makam yang terletak di Mbedhali, satu puncak bukit di sebelah utara Pancot. Belum jelas juga makam siapa itu, kok bisa sedemikian jauh dari lokasi lainnya?

Khusus mengenai kuburan "Kramat" yang terletak di sebelah barat Kampung, ada hal yang menarik karena di situlah dimakamkan
Kyai Seh Djento, sosok yang konon dikabarkan sebagai leluhur Pancot. Beliaulah yang dipercaya sebagai orang yang pertama kali menghuni daerah ini. Ada selentingan bahwa beliau adalah abdi dari kasunanan Surakarta yang diperintah untuk mBabat Alas daerah ini. Namun mengenai kepastian tentang siapa dia sebenarnya, kapan dia mulai mendiami daerah ini, dan beberapa pertanyaan lain, nampaknya masih belum terjawab saat ini. Diperlukan penelusuran lebih lanjut, mengingat minimnya informasi bahkan dari orang-orang Pancot sendiri.


Satu hal yang layak disoroti juga, kuburan-kuburan di Pancot ini bentuknya khas banget, lain dari Tempat Pemakaman Umum yang bisa kita jumpai di kota-kota. Mayoritas yang dimakamkan di sana tidak sekedar dibuatkan nisan, tapi juga dibangun "Rumah Kecil" diatasnya. Ada yang sederhana tapi tidak sedikit yang bentuknya bagus, lengkap dengan ukiran di tembok, atap yang artistik dan kaca disekeliling makam. Dari kejauhan, kuburan-kuburan ini malah nampak seperti Perumahan, yah perumahan...rumah-rumah kecil yang berderet rapi.

Keadaan seperti itu sudah turun-temurun dari jaman dulu, makanya hingga saat ini jumlah rumah-rumah kecil itu sudah ratusan, bahkan mungkin ribuan. Namun sekarang, seiring berkembangnya pemahaman warga Pancot, terutama tentang Keyakinan beragama (baca: Islam), ada alternatif lain yang muncul. Dalam Islam, ada larangan untuk mendirikan bangunan di atas kuburan. Oleh karena itu, bagi orang Pancot yang meyakini ajaran ini, mulai ditinggalkannyalah pembuatan 'rumah kecil' seperti itu. Mereka cukup membuatkan nisan bagi si almarhum/almarhumah, persis seperti yang bisa dilihat di TPU di kota-kota.


Perbedaan keyakinan antara warga dalam hal ini seyogyanya tidak perlu dipermasalahkan, namun terkadang muncul juga sedikit konflik dalam satu keluarga. Penganut Islam yang berusaha menolak pendirian bangunan seperti ini-kebanyakan dari golongan muda, kadang harus berdebat dengan anggota keluarga yang lain yang masih pengin mendirikan bangunan di atas makam si almarhum/almarhumah-kebanyakan dari golongan orang tua. Si golongan tua masih belum mau menerima pendapat anak-anak mereka semata-mata lantaran merasa kasihan kepada almarhum/almarhumah. Menurut mereka, mendirikan bangunan seperti itu untuk memberikan "kenyamanan" kepada mereka yang sudah meninggal, semata-mata hanya sebagai balas budi atas hal yang dilakukannya selama hidup di dunia. Nampaknya mereka tidak tega jikalau leluhur mereka yang telah memelihara mereka harus "berhujan-hujan" dan "berpanas-panas" di kuburan tanpa ada tempat "berteduh". Mungkin demikian yang ada di benak mereka-mereka yang masih meneruskan tradisi itu.

Dan nampaknya masih panjang proses yang harus ditempuh oleh para pendakwah untuk memahamkan pengertian Islam kepada warga Pancot, khususnya masalah ini. Semoga saja mereka dengan bijak dan sabar memberikan pemahaman dan berusaha sebisa mungkin menghindari konflik dengan anggota keluarganya. Semoga saja... (SS)



1 comment:
Write komentar
  1. Yup...semoga....namanya aja dakwah...pelan2, gak usah ngotot n bikin takut orang2 tua...kasian to?ya to..ya to...hehe..

    ReplyDelete