20 July 2014

Sugeng Tindak Mbakyu

"Le, aku lagi suntuk, mangkane telpon kowe ben iso ngguyu ngakak. Ben ilang suntuke"
----------

Setahuku, hanya sedikit lelucon yang bisa kuceritakan. Kalaupun bisa membuatmu tertawa-tawa, pasti hanya pengalaman-pengalaman pribadi yang kuceritakan dengan gaya Pancotan: seru, banter, gito.
Dan itu membuatmu senang.
Dan selalu kaututup telepon dengan riang, sambil berkata, "Wis-wis, matur nuwun yo le, suk nek pas suntuk tak telpon maneh"
Ah, kawanku, mbakyuku.
Ternyata sudah cukup lama tak ada telepon-telepon itu lagi. Pikiranku sederhana: berarti sampeyan sudah tidak suntuk, berarti sampeyan sedang senang.
Dan itu makin kuyakini ketika sesekali melihatmu muncul di Facebook. Ada candaan, ada gojekan. Meskipun kadang ada keluh kesah, tetapi kaumunculkan dengan nada guyonan.
Alhamdulillah. Berarti semua baik-baik saja.
Namun,
Tiba-tiba,
Tadi malam kudengar kabar itu. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un.
Seketika senyap. Hening. Leherku terasa dingin.
Bertanya ke beberapa kawan dan kerabat, berharap ada jawaban yang beda. Tapi semua mengatakan hal yang sama: bahwa kawanku
itu, mbakyuku itu, telah tiada.
Ya Allah,
Beginikah alur cerita yang telah Engkau tulis di Lauhul Mahfudz?
Sampai di sinikah canda dan tawa yang Engkau titipkan melalui wajah itu?
Ya Rabb,
Ini semua ketentuan-Mu.
Jatah usia kami sesuai kehendak-Mu.
Kapan kami bermula dan berakhir, semua ada di genggaman-Mu.
Untuk itu, izinkan kami memohon ampun atas semua khilaf sahabat kami yang telah Engkau panggil tadi malam. Rangkul ia di sisi-Mu yang mulia, bersama orang-orang yang Engkau sayangi. Karuniakanlah kesabaran dan keikhlasan kepada anaknya, suaminya, adik-kakaknya, orang tuanya, kawan-kawannya, dan seluruh handai taulannya. Amin ya Rabbal Alamin.

---------
Mbakyu, mengingatmu berarti mengingat canda dan tawa, yang sejak semula melekat: sejak TK, SD, hingga sampeyan menjadi ibu rumah tangga. Ceria itu selalu ada.

Sugeng tindak.
Allah sayang sampeyan.

(Jakarta, 20 Juli 2014)

No comments:
Write komentar